SDGs "Economy": Provinsi Maluku Utara

Memiliki pekerjaan tidaklah menjamin kemampuan untuk keluar dari cengkeraman kemiskinan. Kekurangan peluang kerja yang layak secara terus menerus, investasi yang tidak memadai dan rendahnya konsumsi mengarah pada erosi kontrak sosial mendasar yang menjadi landasan masyarakat demokratis: Semua kemajuan harus dibagi bersama.

Menempatkan penciptaan kesempatan kerja sebagai pusat dari pembuatan kebijakan ekonomi dan rencana pembangunan, tidak hanya akan menghasilkan peluang kerja yang layak namun juga pertumbuhan yang lebih kuat, inklusif dan dapat mengurangi kemiskinan. Ini merupakan lingkaran positif yang baik bagi perekonomian maupun bagi masyarakat serta mendorong pembangunan berkelanjutan.

Pentingnya kerja layak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan disoroti oleh Tujuan 8 yang bertujuan untuk “Mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja produktif serta kerja layak untuk semua.”

Pemerintah Indonesia akan mengintegrasikan SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai badan koordinator untuk penerapan SDGs yang bersifat lintas sektor.

Indikator SDGs tujuan 8:

  1. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi nasional dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik bruto per tahun di negara kurang berkembang.
  2. Mencapai tingkat produktivitas ekonomi yang lebih tinggi, melalui diversifikasi, peningkatan dan inovasi teknologi, termasuk melalui fokus pada sektor yang memberi nilai tambah tinggi dan padat karya.
  3. Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
  4. Meningkatkan secara progresif, hingga 2030, efisiensi sumber daya global dalam konsumsi dan produksi, serta usaha melepas kaitan pertumbuhan ekonomi dari degradasi lingkungan, sesuai dengan the 10-Year Framework of Programs on Sustainable Consumption and Production, dengan negara-negara maju sebagai pengarah.
  5. Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
  6. Pada tahun 2020, secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.
  7. Mengambil tindakan cepat dan untuk memberantas kerja paksa, mengakhiri perbudakan dan penjualan manusia, mengamankan larangan dan penghapusan bentuk terburuk tenaga kerja anak, termasuk perekrutan dan penggunaan tentara anak-anak, dan pada tahun 2025 mengakhiri tenaga kerja anak dalam segala bentuknya.
  8. Melindungi hak-hak tenaga kerja dan mempromosikan lingkungan kerja yang aman dan terjamin bagi semua pekerja, termasuk pekerja migran, khususnya pekerja migran perempuan, dan mereka yang bekerja dalam pekerjaan berbahaya.
  9. Pada tahun 2030, menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal.
  10. Memperkuat kapasitas lembaga keuangan domestik untuk mendorong dan memperluas akses terhadap perbankan, asuransi dan jasa keuangan bagi semua.
  • Meningkatkan bantuan untuk mendukung perdagangan bagi negara berkembang, terutama negara kurang berkembang, termasuk melalui the Enhanced Integrated Framework for Trade-Related Technical Assistance bagi negara kurang berkembang.
  • Pada tahun 2020, mengembangkan dan mengoperasionalkan strategi global untuk ketenagakerjaan pemuda dan menerapkan the Global Jobs Pact of the International Labour Organization.

Berbicara tentang tujuan 8 SDGs, banyak sekali indikator-indikator yang dapat dikaitkan. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, ketenagakerjaan, hingga pariwisata. Indonesia telah mencapai beberapa target tujuan 8 SDGs bahkan di tingkat internasional, Indonesia telah membuat komitmen yang sangat kuat untuk mewujudkan pekerjaan layak dan memainkan peranan penting guna memastikan bahwa persoalan ketenagakerjaan dan tenaga kerja dimasukkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Maluku Utara adalah salah satu provinsi termuda di Indonesia yang resmi ditetapkan sebagai provinsi pada tanggal 4 Oktober 1999 melalui UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2000. Sejak awal diresmikannya sebagai provinsi, Maluku Utara telah mengalami satu kali pemindahan ibukota provinsi. Kota Ternate yang berlokasi di Kaki Gunung Gamalama adalah ibukota provinsi pertama bagi Maluku Utara. Setelah 11 tahun, tepatnya pada tanggal 4 Agustus 2010, Ibukota Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke Sofifi yang berlokasi di Pulau Halmahera yang mana meruapakan pulau terbesar di Maluku Utara.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2019 tercatat sebanyak 1.255.771 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,08 persen dan kepadatan penduduk sebesar 39,26 jiwa /km2. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki tercatat sedikit lebih tinggi daripada perempuan yaitu 640.192 penduduk laki-laki dan 615.000 perempuan. Pada sensus penduduk 2020, Provinsi Maluku Utara pada September 2020 memiliki penduduk sebanyak 1,28 juta jiwa. Hasil SP2020 menunjukkan bahwa pada tiga dekade terakhir penduduk Maluku Utara terus mengalami peningkatan.

Selain itu, berdasarkan data SAKERNAS per Agustus 2020 jumlah penduduk angkatan kerja di Maluku Utara mencapai 582,5 ribu. Penduduk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Dari data tersebut menunjukkan bahwa untuk menyimbangi pertumbuhan penduduk usia kerja di Maluku Utara diperlukan lapangan pekerjaan baru yang layak. Lapangan pekerjaan utama yang tersedia di Maluku Utara, terbagi 3 sektor, yaitu sektor pertanian (29,76%), sektor perdagangan (19,23), dan sektor industri pengolahan (13,61%).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah presentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Pengangguran menurut BPS adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan mencari pekerjaan, mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan mempersiapkan usaha, mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Kota Ternate menjadi kota dengan jumlah penangguran terbanyak yaitu sekitar 6,3 ribu jiwa dibanding Kota/Kabupaten lain di provinsi Maluku Utara, hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya, ketidakcocokan pekerjaan, tidak adanya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bagi tenaga kerja di Kota Ternate, dan banyaknya tenaga kerja dari kabupaten/kota lain yang datang ke Kota Ternate.

Jika dikaitkan dengan poin ke-6 pada tujuan 8 SDGs, artinya Provinsi Maluku Utara belum mampu secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan. Sebab, masih banyaknya jumlah pengangguran di Maluku Utara pada tahun 2020 apalagi karena pengaruh pandemi Covid-19.

Pada tahun 2019, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Maluku Utara sebesar 4,97 persen sedangkan pada tahun 2020 terjadi peningkatan hingga 5,15 persen. Jika dibandingkan dengan tahun 2019 kemarin, TPT di Maluku Utara mengalami penurunan dari tahun 2018. Peningkatan di tahun 2020 terjadi diperkirakan karena adanya faktor pandemi Covid-19 yang mana banyak sekali terjadi PHK.

Imbas dari pandemi Covid-19 tidak hanya berlaku di angka pengangguran di Maluku Utara tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara. Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian pada tahun tertentu terhadap nilai tahun sebelumnya yang dihitung berdasarkan PDB/PDRB atas dasar harga konstan. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.

Sejak akhir triwulan I-2020 pertumbuhan ekonomi Maluku Utara mengalami kontraksi ekonomi (Kondisi penurunan siklus ekonomi dalam angka PDB) sebesar 0,16 persen sejalan dengan pertumbuhan nasional yang mengalami kontrakasi lebih dalam mencapai 5,32 persen. Dikutip dari DJPB Kemenkeu, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai Rp.9.872,45 miliar dan PDRB Atas Harga Konstan 2010 (ADHK) mencapai Rp6581,36 miliar. Laju pertumbuhan PDRB pada triwulan II-2020 tumbuh sebesar minus 0,16 persen, mengalami kontraksi ekonomi dibanding pertumbuhan pada periode triwulan II-2019. Dibandingkan triwulan I-2020, pertumbuhan triwulan II-2020 terkontraksi sebesar 1,35 persen. Terjadinya kontraksi ekonomi merupakan dampak dari adanya pembatasan aktivitas sosial akibat pandemi Covid-19 yang mempengaruhi penurunan aktivitas ekonomi.

 

Meski terjadi kontraksi pada pertumbuhan lapangan usaha di sisi produksi atau lapangan usaha, terdapat 8 kategori lapangan usaha yang mencatat pertumbuhan positif pada triwulan II-2020. Selain variabel pertumbuhan ekonomi, jika dilihat dari tingkat ketimpangan atau gini ratio yaitu koefisien untuk mengetahui ukuran tingkat ketimpangan pengeluaran sebagai proyeksi pendapatan penduduk. Dimana pembangunan akan melihat indikator pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pendapatan yang tinggi serta dukungan pemerataan distribusi pendapatan.  Gini Ratio di Maluku Utara turun hingga 0,308 atau tergolong ke dalam kategori rendah. Angka ketimpangan di perkotaan menurun menjadi 0,297 sedangkan di pedesaan naik 0,2666 dibanding Gini Ratio September 2019.  Hal ini dimungkinkan karena pada periode Maret 2020, terdapat penduduk desa yang bekerja dan menetap di kota sehingga mempersempit kesenjangan di desa.

Gini Ratio di Maluku Utara masuk kategori rendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah tercatat sebesar 21,68 persen termasuk pada kategori ketimpangan rendah. Pemanfaatan dana desa yang dipercepat sejak awal tahun dan optimalisasi penggunaannya untuk program padat karya berpengaruh pada turunnya ketimpangan di Perdesaan.

Selain itu, berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19 provinsi Maluku Utara  per tanggal 31 Maret 2020, dampak pandemi Covid-19 di Maluku Utara masih belum terasa karena pasien positif masih 1 orang dan pembatasan wilayah belum dilakukan. Periode setelah April sampai Juni 2020 diindikasikan ada kenaikan angka kemiskinan. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 sudah berdampak bagi masyarakat Maluku Utara, seperti menurunnya NTP. Ini tentunya akan memberatkan para petani dalam memasarkan produk sehingga memicu bertambahnya angka kemiskinan.

Sebagai rekomendasi, selain digunakan untuk penanggulangan Pandemi Covid-19, pembangunan desa berbasis dana desa harus difokuskan untuk  program/kegiatan yang  menstimulasi berkurangnya angka kemiskinan. Pemerintah Daerah juga perlu mengevaluasi program-program yang telah dilaksanakan, meliputi pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata untuk menyerap tenaga kerja di Maluku Utara.

Poin ke-9 pada tujuan 8 SDGs juga menyinggung sedikit tentang pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal. Sektor pariwisata yang merupakan sektor potensial belum dikelola secara maksimal oleh pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara. Keadaan ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang membuat membuat masyarakat tidak bisa bepergian untuk menikmati pariwisata yang ada di Provinsi Maluku Utara. Pemerintah sudah sepatutnya mulai memperhatikan sektor ini sebagai pendorong perekonomian wilayah.

Kedepannya diharapkan sektor pariwisata berkembang dengan baik. Hal ini mampu meningkatkan perekonomian. Selain itu berdampak pula pada penciptaan lapangan kerja, dan memacu pencapaian target pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. 

Setelah dipaparkan kondisi perekonomian hingga pariwisata di Maluku Utara sebagai penunjang pelaksanaan SDGs di Indonesia, kita dapat mengaitkan hal ini dengan Indeks Kebahagian yang mana dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat Maluku Utara dan dapat menilai tingkat ekonomi dan life satisfaction. Berdasarkan hasil survei BPS tersebut, mencatat secara regional, provinsi yang memiliki indeks kebahagiaan paling tinggi pada 2017 adalah Maluku Utara dengan 75,68 poin.

Indeks kebahagiaan regional ini, menurut BPS banyak ditentukan oleh faktor hidup personal, yakni pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Berbeda dari 2014 yang hanya menggunakan dimensi kepuasan hidup, dalam indek kebahagian 2017, BPS menambahkan beberapa dimensi lain seperti dimensi perasaan, dan dimensi makna hidup. Kepala BPS Suhariyanto  menyebutkan, Maluku Utara menjadi provinsi dengan penduduknya paling bahagia jika dilihat dari dimensi kepuasan hidup, dimensi perasaan, dan dimensi makna hidup.

Dalam kasus Maluku Utara, laporan BPS menunjukkan adanya variabel kuat yang berhubungan dengan hubungan sosial antarmasyarakat. Sehingga dengan demikian, tidak semua penduduk perkotaan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya karena adanya perbedaan pola kehidupan sosial antarsesama. Memang tidak selamanya varaibel ekonomi suatu daerah menentukan tingkat kebahagian. Namun demikian, tingkat ekonomi juga menentukan kebahagian suatu daerah. Misalnya, Pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia selama 2017 adalah Maluku Utara yaitu sebesar 7,67 persen.

Tiga sektor yang mempengaruhi cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara ialah pertanian 23,95 persen, perdagangan 17,42 persen, administrasi pemerintahan  15,81 persen, sementara dari sisi lapangan usaha pertumbuhan tertinggi bersumber dari industri pengolahan 32,13 persen, dan sisi pengeluaran ekspor luar negeri 716,56 persen.

Berikut laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dari tahun ketahun, pada tahun 2014 sebesar 5,09. Tahun 2015 6,10 persen, tahun 2016 5,77 persen dan pada tahun 2017 mencapai 7,67 persen, dari data tersebut secara sistematis pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tertinggi di susul provinsi kedua Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan gorontalo.

Selain itu, pemerintah juga terus mengencarkan pembangunan di Maluku Utara dan memasok dana pembangunan terutama untuk dana alokasi desa. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) terus mendorong lahirnya inovasi dalam percepatan pembangunan desa. Inovasi dinilai akan menjadi kunci lahirnya berbagai terobosan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat desa.

Daftar Pustaka:

https://bps.go.id

https://malut.bps.go.id

http://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-8/

https://djbp.kemenkeu.go.id

http://pelakubisnis.com/2018/10/maluku-utara-ekonomi-melesat-masyarakat-bahagia/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sustainable Development Goals (SDGs)

Mengenal Budaya Kesultanan di Kota Ternate

hadiah kecil.